Hiruk pikuk dunia politik menjelang pemilihan presiden 9 Juli 2014, diyakini atau tidak, secara langsung maupun tidak langsung, berimbas pada implementasi pendidikan berkarakter, yang menjadi tujuan ideal humanis bagi generasi masa depan yang kaffah.
Tampilan persaingan antar capres dan cawapres yang sarat dengan "pembohongan publik" seolah meyakinkan masyarakat bahwa perilaku arogan, saling menjelekkan, menistakan orang lain, membuka aib sesama, dan pembohongan-pembohongan lain merupakan hal yang laik dan wajar, bahkan terkesan merupakan strategi halal untuk meraih tujuan yang diinginkan.
Lebih dari itu, sebagian tokoh masyarakat bahkan sejak dini sudah khawatir akan terjadi peristiwa yang lebih buruk akan menimpa bangsa Indonesia. Lebih buruk di sini dapat dimaknai secara jamak, salah satunya adalah semakin sempitnya ruang gerak pengembangan embrio nilai-nilai karakter.
Disisi lain, penguatan nilai-nilai karakter luhur bangsa berbasis agama yang disusun dalam satu sistem apik berupa kurikulum 2013 terus-menerus dilakukan sekalipun dengan menelan anggaran yang sangat besar. Bahkan implementasi kurikulum baru tersebut dilakukan secara massive dan melibatkan masyarakat luas secara keseluruhan, tujuannya, lagi-lagi mengarah pada keyakinan bahwa hanya karakter luhur sajalah yang dapat menyelamatkan generasi Indonesia masa depan.
Disini telah terjadi persaingan sangat ketat antara permainan politik dengan implementasi kurikulum, dan kita pasti sepakat bahwa kondisi demikian harus segera diatasi.
Dalam kerangka demikian, perlu keterlibatan kita semua untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut, terutama dalam rangka memenangkan tujuan implementasi kurikulum, yakni terintegrasinya nilai karakter luhur ke dalam sanubari bangsa Indonesia.
Mari yang merasa peduli dengan upaya pemenangan tersebut berkenan memberi masukan terbaiknya demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Cipayung, 26 Juni 2014
Al Faqir
Tampilan persaingan antar capres dan cawapres yang sarat dengan "pembohongan publik" seolah meyakinkan masyarakat bahwa perilaku arogan, saling menjelekkan, menistakan orang lain, membuka aib sesama, dan pembohongan-pembohongan lain merupakan hal yang laik dan wajar, bahkan terkesan merupakan strategi halal untuk meraih tujuan yang diinginkan.
Lebih dari itu, sebagian tokoh masyarakat bahkan sejak dini sudah khawatir akan terjadi peristiwa yang lebih buruk akan menimpa bangsa Indonesia. Lebih buruk di sini dapat dimaknai secara jamak, salah satunya adalah semakin sempitnya ruang gerak pengembangan embrio nilai-nilai karakter.
Disisi lain, penguatan nilai-nilai karakter luhur bangsa berbasis agama yang disusun dalam satu sistem apik berupa kurikulum 2013 terus-menerus dilakukan sekalipun dengan menelan anggaran yang sangat besar. Bahkan implementasi kurikulum baru tersebut dilakukan secara massive dan melibatkan masyarakat luas secara keseluruhan, tujuannya, lagi-lagi mengarah pada keyakinan bahwa hanya karakter luhur sajalah yang dapat menyelamatkan generasi Indonesia masa depan.
Disini telah terjadi persaingan sangat ketat antara permainan politik dengan implementasi kurikulum, dan kita pasti sepakat bahwa kondisi demikian harus segera diatasi.
Dalam kerangka demikian, perlu keterlibatan kita semua untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut, terutama dalam rangka memenangkan tujuan implementasi kurikulum, yakni terintegrasinya nilai karakter luhur ke dalam sanubari bangsa Indonesia.
Mari yang merasa peduli dengan upaya pemenangan tersebut berkenan memberi masukan terbaiknya demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Cipayung, 26 Juni 2014
Al Faqir
Komentar