Terdapat beberapa pandangan tentang istilah sistem. Di
satu sisi, sistem diartikan sebagai cara atau metode, yang menekankan pada
upaya-upaya seseorang untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuannya yang
telah ditetapkan secara lebih efektif dan efisien. Pada sisi yang lain, sistem
dimaknai sebagai jalinan antar dan inter komponen secara interdependensif dan
saling bergantung guna mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan
efisien. Makna kedua tersebut, lebih menekankan pada aspek kompromi totalitas
atas keseluruhan aspek yang ada dan mungkin ada dalam
setiap relasi dan
komunikasi.
Sistem tidak hanya terjadi dalam
lingkup manusia, melainkan seluruh makhluk di alam raya. Setiap ciptaan Tuhan
sangat terikat dengan kekuatan sistem. Tidak semua makhluk ciptaan-Nya mampu
mengimplementasi pola pikir ber sistem, kecuali manusia. Berpikir dengan acuan
sistem inilah yang kemudian menjadi garansi kesempurnaan manusia. Semakin
tinggi kemampuan berpikir dan berperilaku sesuai dengan pendekatan sistem
(sistemik), maka semakin sempurna kedudukan manusia itu sendiri, demikian
sebaliknya. Sempurnanya kemuliaan hidup, ditentukan dari sejauh mana manusia
berusaha mampu dan mau memaknai hidup secara sistemik. Dengan berpikir dan
berperilaku sistemik, sikap egois, sombong, menangnya sendiri, apatis,
sarkastik, over/under estimate dan perilaku tidak terpuji lainnya dapat
dihindari. Dengan pendekatan sistemik, potensi positif setiap individu dapat
berkembang secara dinamis kearah yang lebih baik. Dengan pendekatan
ini pula, keharmonisan hidup akan terjelma dengan sempurna. Sistem merupakan
kunci dari manajemen hidup, baik secara umum maupun secara khusus pada tingkat
sekolah atau satuan pendidikan. Berpikir sistemik terefleksi kedalam sikap dan
perilaku sistemik. Dalam konteks ini, sistem merupakan sebuah mahluk statis
yang dapat berkembang secara dinamis manakala dilingkupi oleh potensi-potensi
dinamis.
Dinamika
performansi sistem secara jelas mengikuti alur potensi-potensi yang
melingkupinya. Tanpa ada potensi-potensi tersebut, sistem tidak akan bermakna
dengan baik. Ibarat manusia sebagai sebuah sistem jasadiyah, hanya akan
bermakna potensi ruh telah difungsikan Tuhan pada dirinya. Tanpa ini,
mustahil sekali apabila manusia yang
sudah dilengkapi kesempurnaan dhahiriyah, komponen sistemnya akan berfungsi dan
menjelmakan kesempurnaan manusia itu sendiri. Ruh adalah potensi utama bagi
setiap sistem. Tetapi ruh bukan mahluk mekanikal. Kesempurnaan ruh masih sangat
bergantung pada statuta dimana ruh tersebut berusaha memberi jiwa dan memaknai
sistem. Untuk itu kepatuhan yang dinamis terhadap tata nilai yang melingkupinya
menjadi suatu keharusan. Dengan demikian, sistem tidak merupakan sebuah piranti
yang bergerak sendiri secara otomatis, melainkan harus mengintegrasikan diri ke
dalam tatanan normatif secara dinamis sehingga ia dapat survive. Dengan kata
lain, sistem yang hanya tunduk pada individu tertentu akan menjadi kian rumit
untuk dicerna, dipahami dan diimplementasikan, sehingga dapat dipastikan akan
gulung tikar dengan sendirinya.
Memahami sistem sebagai bagian totalitas alamiah dan
ruhiah, akan mampu menghidupkan, menyuburkan, mengembangkan, membuahi interaksi
komponen sistem yang secara aktif menghasilkan out-put sekaligus out-come
yang serba siap untuk survive. Untuk itu kebanggaan yang kelewat batas
atas kesempurnaan kerangka sistem yang telah dibuat dan ditetapkan bukan
jaminan berhasilnya sistem tersebut tanpa dibekali kesadaran atas
ketergantungan sistem tersebut terhadap totalitas alamiah dan ruhiah serta
kerelaan dan keikhlasan menginternalisa-sinya.
Komentar