Ibarat sebuah keluarga, pimpinan dan
para stafnya tidak saja harus berpikir fokus pada satu istri, melainkan pada
istri-istri lainnya. Setiap pimpinan pasti berhadapan dengan kompleksitas
potensi dan masalah yang melingkupinya. Potensi dan masalah yang mengirinya
tersebut, merupakan dua kekuatan besar yang perlu diperhatikan secara
proporsional dan aktif. Fokus pada satu hal akan berakibat fatal pada hal yang
lain. Komitmen terhadap
tugas bukan berarti bahwa setiap ruang dan waktunya hanya untuk tugas tersebut, melainkan juga harus mencurahkan segenap kemampuannya untuk menghadapi hal-hal lain diluar tugas tersebut. Ini adalah hakikat dari eksistensi manusia, dimana sejak kelahirannya sudah dihadapkan dengan kompleksitas lingkungan yang harus dihadapi, bahkan secara individual setiap diri terdiri dari kompleksitas fenomena, masalah dan tendensi dari setiap komponen dinamis kediriannya. Dan semuanya terjalin secara integratif dan interdependensif. Dengan demikian, “perselingkuhan” dalam konteks diri dan sosial untuk tugas-tugas tertentu, baik dalam skala diri maupun sosial merupakan suatu keharusan. Inilah yang disebut pola sistemik eksistensi manusia.
tugas bukan berarti bahwa setiap ruang dan waktunya hanya untuk tugas tersebut, melainkan juga harus mencurahkan segenap kemampuannya untuk menghadapi hal-hal lain diluar tugas tersebut. Ini adalah hakikat dari eksistensi manusia, dimana sejak kelahirannya sudah dihadapkan dengan kompleksitas lingkungan yang harus dihadapi, bahkan secara individual setiap diri terdiri dari kompleksitas fenomena, masalah dan tendensi dari setiap komponen dinamis kediriannya. Dan semuanya terjalin secara integratif dan interdependensif. Dengan demikian, “perselingkuhan” dalam konteks diri dan sosial untuk tugas-tugas tertentu, baik dalam skala diri maupun sosial merupakan suatu keharusan. Inilah yang disebut pola sistemik eksistensi manusia.
Dunia pendidikan dan persekolahan
merupakan suatu sub sistem pemberdayaan manusia dan sekaligus sistem yang
memayungi komponen-komponen yang terlibat dalam penerjemahan tujuan dan
program-programnya. Sebagai sub sistem, sistem sekolah tidak hanya berpikir
egosentris, dimana sekolah memandang diri lebih dibutuhkan dibanding sub sistem
lainnya, karena bagaimanapun out-put
dan out-come nya akan terlihat
bermakna jika telah bersinergi dengan dunia nyata sub sistem lainnya. Dengan
demikian, pola pikir sinergitas (perselingkuhan) menjadi sangat bermakna dan
penting untuk diimplementasi setiap lembaga pendidikan. Jika tidak demikian,
sekolah gagal.
Komentar