Langsung ke konten utama

Ikuti Aku Saja, Harus!!! (Sekolahku Gagal, bag. 7)


Fakta yang berkembang bahwa tidak sedikit institusi yang menerapkan manajemen otoriter. Semua harus tunduk pada pimpinan, bukan pada sistem organisasinya. Pola tersebut, tidak saja legitimate dalam lingkup organisasi itu sendiri, bahkan pada tatanan dan pranata sosial yang berkembang di masyarakat sekitarnya. Institusi demikian akhirnya memiliki tingkat kekuatan pengaruh yang tinggi terhadap implementasi sistem organisasi dan masyarakat sekitarnya (paternalistik). Sekolah bahkan masyarakat benar-benar dipola oleh
kekuatan individu pimpinan. Apakah hal tersebut salah?
Diakui atau tidak, lembaga dengan kekuatan tunggal penguasa yang dipatuhi dan dihormati merupakan kekuatan besar yang positif. Penghormatan dan kepatuhan yang bersumber dari faktor kharisma pimpinan akan menciptkan kekuatan-kekuatan kecil dari bawahan / staf yang terakumulasi menjadi kekuatan besar dan melahirkan peran esensial bagi keberhasilan organisasi itu sendiri. Pattern tersebut akan semakin menguat jika didukung oleh faktor-faktor lainnya, misalnya pola pikir obyektif dan transparan, kemampuan menganalisis kekuatan dan kelemahan organisasi, visi dan misi yang jelas dan kecakapan mendefinisikannya, futuristic, serta memiliki motivasi berprestasi yang tak pernah berhenti dan tindak tutur dilandasi akhlaq mulia. Sikap otoriter pimpinan yang demikian akan mampu melahirkan kepatuhan kolektif yang dinamis, dimana setiap individu di lembaga tersebut tidak sekedar menjalankan tugas dengan kesadaran semu (rasa takut), lebih dari itu mereka akan mengimplementasi kepatuhannya dengan sikap-sikap yang kreatif dan dinamis, walaupun masih harus dikonsultasikan dengan pimpinan (minta restu). Sikap para staf demikian menjadi suri teladan bagi para murid dan orang tua serta masyarakat, sehingga terjalin komunikasi searah dan terintegrasi. Lembaga demikian biasanya sangat kondusif bagi sebuah perubahan yang dikehendaki pimpinan. Bukan berarti bahwa lembaga demikian akan menghasilkan out-put yang pasif, karena pada hakikatnya setiap manusia sulit untuk dikendalikan untuk tetap pasif, tetapi akan terbangun akhlaq kependidikan yang terarah dengan tetap mengedepankan unsur-unsur dinamis setiap individu. Dengan karakter pemimpin seperti itu, orientasi dan implementasi otoritas organisasi tidak dapat dipastikan dapat membungkam kreativitas dinamis seseorang, tetapi justru memungkinkan terbentuknya sindividu yang lebih kreatif dan dinamis dalam kedewasaan dan kesantunan.
Banyak lembaga yang menerapkan model kepemimpinan otoriter berhasil merealisasi program manajerialnya dengan baik. Kebaikan manajerial tersebut tidak saja diindikasi oleh out-put yang berkualitas lahiriah dan batiniah, melainkan juga secara sporadis berefek kepada masyarakat sekitar bahkan pada otoritas formal lainnya. Tetapi banyak pula yang gagal meraih hasil yang dikehendaki, karena pra-syarat yang harus ada pada diri pimpinan diatas tidak dimiliki atau tidak dipahami secara utuh, sehingga implementasi kebijakannya hanya menciptakan komunikasi semu yang didalamnya timbul riak-riak konflik individual maupun internal organisasi tersembunyi. Dampaknya, organisasi berjalan hanya “seolah-olah” baik, lancar, terkendali. Tidak ada ketulusan dan semangat berprestasi dalam setiap lini organisasi. Organisasi berjalan tanpa didukung “ruh” dan etos juang menintegrasikan ruh tersebut kedalam jiwa-jiwa individu dalam organisasi. Majanemen berjalan tanpa fasilitas kesungguhan meraih prestasi, tetapi justru dilumuri dengan konflik, kecurigaan, saling mencari bmuka, laporan fiktif, asal bapak senang, data-data abunawas, bahkan kebersamaan untuk melemahkan organisasi dari dalam yang menampak secara laten. Perjuangan menegakkan kepentingan ummat berubah menjadi lahan untuk memenuhi hasrat pribadi. Pengabdian yang tulus berganti menjadi semangat kerja berbasis finansial. Dalil-dalil hakiki berubah menjadi model-model iklan yang ditujukan untuk menarik keyakinan dan kepercayaan masa secara super facial. Prestasi yang pernah diraih dengan perjuangan penuh resiko akhirnya hanya menjadi sebuah komoditi strategis, walaupun hanya bersifat sesaat Transparansi program berubah menjadi agitasi dan pemerkosaan masyarakat. “Nama besar” seseorang telah dimanfaatkan untuk sekedar meyakinkan masrakat bahwa lembaga tersebut tetap konsisten dengan programnya. Dan lain-lain. Pola pikir dan sikap pemimpin demikian mengindikasi pada pattern “Ikuti aku, Harus!!!.
Segalanya telah menjadi “seolah-olah”, maka hasilnya adalah hasil seolah-olah. Kebohongan dan ketidakjujuran berkembang dan dikembangkan dalam kemasan apik. Lembaga demikian, pada hakikatnya telah terjebak dalam agenda besar kehancuran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wiro Sableng #98 : Rahasia Cinta Tua Gila

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : TUA GILA DARI ANDALAS SATU Sepasang mata Sabai Nan Rancak memandang tak berkesip pada orang bercadar yang tegak di hadapannya. Dia seolah berusaha menembus cadar untuk melihat wajah orang berpakaian serba kuning itu, untuk mengetahui siapa orang ini adanya. "Siang telah bergerak menuju petang. Terima kasih kau telah sudi datang memenuhi undangan." Si cadar kuning berkata. Sabai Nan Rancak memasang telinganya baik-baik. Sebelumnya dia telah beberapa kali bertemu dengan orang ini dan telah beberapa kali pula mendengar suaranya. Dalam hati Sabai Nan Rancak berkata. "Aku masih belum bisa memastikan apakah orang ini lelaki atau perempuan. Kalau bicara kata-katanya seperti berpantun. Setiap bicara agaknya dia mengerahkan tenaga dalam untuk menutupi suara aslinya. Namun berat dugaanku dia seorang perempuan." "Waktuku tidak banyak. Ada beberapa urusan penting menungguku. Jadi kuhar

Malaikat Kecil

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran, "Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan." Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Lala tampak ketakutan, air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (curd rice). Lala anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibuku dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada ?cooling effect? (menurunkan panas dalam). Aku mengambil mangkok dan berkata, "Lala sayang, demi Papa, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti Mamamu akan teriak2 sama Papa." Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Lala mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata ?Papa, aku akan makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan aku habi

ORANG BESAR

Orang "besar" keturunan orang "besar" itu sudah biasa, karena mereka memang memiliki kesempatan terbuka untuk meraihnya. Tetapi menjadi "besar" di bawah sempitnya kesempatan memilikinya adalah luar biasa. Ketahuilah, bahwa setiap orang berhak meraihnya, apapun keadaannya. Bondowoso, Mei 2014 Al faqir