Langsung ke konten utama

Prinsip Oligopoli Sekolah dalam Persimpangan (Sekolahku Gagal, bagian 3)


Secara esensial, eksistensi sekolah sangat strategis dalam dua hal, yakni pertama, sebagai institusi yang merepresentasi totalitas aspek yang berkembang di masyarakat, kedua sebagai agent of change, yakni aspek-aspek yang berkembang di
masyarakat dihimpun, diolah, dikembangkan untuk dapat disajikan secara tepat menurut level perkembangan peserta didik agar mereka menjadi agen-agen perubahan
masyarakat di sekitarnya.
Dalam konteks yang kedua, sekolah didudukkan sebagai lembaga yang independen dengan tingkat powerful tinggi dan otonom. Masyarakat sangat bergantung kepada out-put sekolah. Bahkan sekolahlah yang diharapkan menjadi tulang-punggung peradaban yang tengah dan akan terjadi di masyarakat. Sosok sekolah seperti “dewa”, yang menjadi satu-satunya tumpuan kemapanan hidup masyarakat. Sekolah adalah “cermin” masyarakat (mini society) yang seharusnya mengedepankan sifat-sifat mulia dan bertugas mengeksplorasi dan mengembangkan hakikat “manusia tanpa dosa” sebagaimana para calon peserta didik baru dilahirkan. Bahkan sekolah diharapkan mampu untuk meneruskan tugas sebagai penyelamat manusia agar tetap konsisten dalam predikatnya sebagai pemenang atau para juara, baik dalam konteks kediriannya sebagai manusia, maupun dalam hubungannya dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.
Selanjutnya, otonomi sekolah sangat diperlukan, karena memang posisinya sangat utama.  Keutamaan tersebut bukan saja disebabkan mulianya ajaran yang disampaikan tetapi juga blue print masyarakat ada pada sekolah. Tidak berlebihan kiranya kalau akhirnya digaris bawahi bahwa “karakter masyarakat bergantung kepada karakter sekolah”.
Tetapi “school is not everything”. Sebagai perangkum, pengelola dan pengembang sistem masyarakat, kedudukan sekolah tidak akan bermakna tanpa kehadiran masyarakat. Masyarakat bukan sekedar tempat berlabuh para jawara sekolah, melainkan kebermaknaan kurikulumnya justru ditentukan dari seberapa berperannya para jawara tersebut dapat mengambil bagian dalam pengembangan masyarakatnya. Hakikatnya, harus terjadi sharing antara keduanya. Kesepahaman bersama dan seimbang antara keduanya akan menjamin kesempurnaan langkah dan keberhasilan proses transformasi dan edukasi para kandidat masyarakat masa depan.
Masyarakat adalah laboratorium sekaligus alat bukti yang paling strategis bagi proses trial and error yang dilakukan sekolah. Laboratorium dan alat bukti tersebut akan menyajikan segudang informasi konstruktif dan urgen bagi agent of change. Kompromi mutualistis ini tidak boleh dihindari karena pertautan tersebut merupakan pertautan hakiki dan manusiawi yang wajib adanya. Inilah oligopoly yang wajib dilakukan. Jika tidak, sekolah pasti gagal. Kesepahaman bersama akan pentingnya peran berbeda pada diri sekolah dan masyarakat merupakan garansi yang sudah niscaya dan asasi terhadap keberhasilan kedua belah pihak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wiro Sableng #98 : Rahasia Cinta Tua Gila

WIRO SABLENG Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Karya: Bastian Tito Episode : TUA GILA DARI ANDALAS SATU Sepasang mata Sabai Nan Rancak memandang tak berkesip pada orang bercadar yang tegak di hadapannya. Dia seolah berusaha menembus cadar untuk melihat wajah orang berpakaian serba kuning itu, untuk mengetahui siapa orang ini adanya. "Siang telah bergerak menuju petang. Terima kasih kau telah sudi datang memenuhi undangan." Si cadar kuning berkata. Sabai Nan Rancak memasang telinganya baik-baik. Sebelumnya dia telah beberapa kali bertemu dengan orang ini dan telah beberapa kali pula mendengar suaranya. Dalam hati Sabai Nan Rancak berkata. "Aku masih belum bisa memastikan apakah orang ini lelaki atau perempuan. Kalau bicara kata-katanya seperti berpantun. Setiap bicara agaknya dia mengerahkan tenaga dalam untuk menutupi suara aslinya. Namun berat dugaanku dia seorang perempuan." "Waktuku tidak banyak. Ada beberapa urusan penting menungguku. Jadi kuhar

Malaikat Kecil

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran, "Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan." Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu2nya, namanya Lala tampak ketakutan, air matanya banjir di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (curd rice). Lala anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibuku dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada ?cooling effect? (menurunkan panas dalam). Aku mengambil mangkok dan berkata, "Lala sayang, demi Papa, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti Mamamu akan teriak2 sama Papa." Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Lala mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata ?Papa, aku akan makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan aku habi

ORANG BESAR

Orang "besar" keturunan orang "besar" itu sudah biasa, karena mereka memang memiliki kesempatan terbuka untuk meraihnya. Tetapi menjadi "besar" di bawah sempitnya kesempatan memilikinya adalah luar biasa. Ketahuilah, bahwa setiap orang berhak meraihnya, apapun keadaannya. Bondowoso, Mei 2014 Al faqir